Gentle Sunday

Kesan Pertama Menggunakan Obsidian

screenshotr_2025-3-16T5-10-22

Post Hiki tentang Obsidian lewat pas saya lagi bikin post tentang Obsidian juga. So I finish this post faster than I’ve planned.

Saya pernah mencoba Obsidian saat sedang tergila-gila sistem Building a Second Brain-nya Tiago Forte, tahun 2022. Namun saya merasa Obsidian saat itu tidak cocok untuk saya.

Tampilan Obsidian bagi saya lebih mirip tampilan VSCode. Kayaknya bukan tulisan yang muncul, tapi malah kodingan. Selain itu, waktu itu sepertinya fitur sinkronisasinya belum sempurna. Jadi saya tidak bisa menggunakannya di ponsel dengan leluasa.

Terakhir, Obsidian bagi saya tidak "cantik". Berbeda dengan Notion yang bisa ditambahkan fungsi database dan layout yang lebih leluasa tanpa harus mengunduh plugin tambahan. Waktu itu saya menggunakan fitur database dengan ekstensif dan punya Notion Home yang cantik, tentu saja.

Lalu, mengapa sekarang memutuskan untuk mengunduhnya kembali?

Dua tahun telah lewat dan kini saya lebih banyak menggunakan aplikasi bawaan. Notion sudah tidak saya pakai karena berbagai alasan, yang mungkin akan saya ceritakan di lain waktu.

Sehari-hari kini saya menggunakan Apple Notes. Untuk kebutuhan mencatat-cepat dan menyimpan berbagai dokumen yang dibutuhkan, Apple Notes sudah cukup mumpuni. Apalagi karena sehari-hari saya juga menggunakan Macbook--berbagi dan sinkronisasi dapat dilakukan tanpa kendala.

screenshotr_2025-3-16T5-11-41

Satu hal yang membuat saya kurang sreg adalah tampilan Apple Notes yang kurang nyaman saat dipakai menulis teks panjang. Memang sih tampilannya bagus, tapi masih terlalu banyak "printilan" dan bentuk typeface-nya tidak membuat nyaman. Bagi yang suka menulis pasti paham maksud saya.

Ketika saya pindah hosting blog ke bearblog, friksi lain terasa: Apple Notes tidak mendukung markdown. Saya mencoba mengunduh tambahan yang membuat Apple Notes mendukung markdown, namun karena bukan fasilitas native, hasilnya tidak sempurna.

Jadi workflow saya tidak praktis:

Apple Notes ➡️ Notion (cuma untuk numpang copas) ➡️ Bearblog

Kadang saya juga menggunakan Paper, markdown text editor yang hanya ada di Mac.

Obsidian kini terasa menjanjikan. Saya iseng mengunduhnya lagi, dan ternyata pengalaman menulis di sana jauh lebih menyenangkan dibanding saat mencobanya pertama kali.

Berikut ini adalah hal yang saya sukai dari Obsidian setelah dua minggu menggunakannya untuk menulis.

Bekerja secara lokal (Native)

Alasan saya menggunakan Apple Notes adalah karena dia bekerja secara native. Saya nggak suka aplikasi yang sifatnya Web App karena seringkali bermasalah saat sinyal sedang tidak bersahabat.

Obsidian adalah aplikasi pihak ketiga yang beroperasi secara native. Jadi, tanpa sinyal pun saya tetap bisa menulis dengan pengalaman yang sama dengan saat online. Ini akan sangat bermanfaat saat saya ada di perjalanan mudik atau koneksi mendadak terputus. Tampilan mobile app-nya cukup intuitif.

Kemampuan sinkronisasinya pun sangat cepat karena disinkronisasi dengan layanan cloud yang sudah kita miliki. Karena saya menggunakan iOS maka saya menggunakan iCloud untuk sinkronisasi.

File portability fleksibel berbasis .md

Sebelum Obsidian, Apple Notes, dan Notion, adalah Evernote yang saya gunakan secara ekstensif. Tidak tanggung-tanggung, sepuluh tahun saya menggunakannya, sampai Evernote mengubah aturan main free-plan mereka.

(RIP my Evernote Account, 2011-2021)

Saya harus pindah membawa database sepuluh tahun. Tidak ada pilihan ekspor yang mudah; bahkan sampai saat ini file-file lama saya masih ada yang nyangkut. Hal yang sama terjadi di Notion. Fasilitas ekspor tersedia, tetapi tidak mudah untuk di-translasi kembali. Belum lagi kalau menggunakan fasilitas database yang merupakan andalannya.

Obsidian sangat sederhana. Semua file bisa saya akses dengan mudah di folder penyimpanan karena berbasis .md (markdown). Tidak ada enkripsi apa pun, tidak perlu script aneh atau aplikasi khusus. File .md adalah file portabel yang bisa dibuka selayaknya .txt--umum, tidak terikat satu perangkat lunak tertentu.

Apabila suatu saat Obsidian harus ditutup atau tidak tersedia lagi, saya tetap memiliki file-file saya dalam bentuk yang mudah dibuka. Di Mac saya bisa memakai Paper; di ponsel bisa menggunakan aplikasi lainnya.

Minim distraksi menulis

Tampilan adalah hal pertama yang membuat saya ingin menggunakan Obsidian kembali. Fokus utama Obsidian adalah teks dan itu membuat fokus saya tidak terpecah. Adapun saya sudah cukup menggunakan theme asli dari Obsidian. Huruf sistemnya tampak cantik di layar laptop saya.

Obsidian bisa dibuat se-rumit mungkin dengan tema khusus dan berbagai fasilitas plugin, tapi saya memutuskan tidak menggunakannya. Semakin sederhana aplikasi ini semakin baik, karena itu berarti saya hanya akan menggunakannya untuk menulis, bukan yang lain.

Hal ini saya ambil dari pengalaman menggunakan Notion. Ya, tampilan Notion cantik; tapi saya malah lebih asyik mempercantik daripada menggunakannya untuk menulis.

Text Editor yang Sederhana Sekaligus Powerful

Saat ini saya menggunakan Obsidian khusus hanya untuk menulis blog. Tidak ada kebutuhan selain itu, karena untuk arsip dokumen-dokumen saya lainnya saya masih menggunakan Apple Notes. Pun tidak ada rencana pindah, karena Apple Notes berfungsi baik untuk kebutuhan saya yang lain.

Plus side-nya, karena kegunaannya yang khusus ini, saya jadi bisa berada in the writing zone saat membuka Obsidian. Tidak kepikiran catatan rapat yang nyangkut di sidebar. Tidak tergoda menambah gambar atau membuat database baru untuk tulisan. Saya tidak menggunakan plugin apa pun karena memang tidak diperlukan.

Hanya saya dan tulisan saya, dan yang bisa dilakukan saya adalah melanjutkan menulis. Sounds great, right?

Semoga keinginan menulis ini bertahan terus,

Mega


thanks for reading!

kirim komentar lewat email atau mention saya di threads.

Suka baca tulisan saya? langganan atau dukung saya lewat nihbuatjajan.

#2025 #Productivity #blog #blogging