Catatan Ngopi: Sunday Coffee, Setrasari Mal Bandung
Sekali waktu, saya mengajak suami ngopi di Makmur Jaya. Berhubung buat saya rasanya sudah cukup “Kopi”, saya pikir suami akan suka. Ternyata, beliau kurang cocok. Katanya terlalu creamy. Kopi-nya juga cenderung fruity, sedangkan dia (sepertinya) suka yang smoky.
Bukan kopi beneran ah, katanya. Iya dehh, kata saya.
Beberapa waktu kemudian, dia bilang menemukan tempat yang kopinya sesuai selera. Pas sekali dekat dari kantornya. Kemarin, sepulang dari pernikahan teman, akhirnya saya berkesempatan mencoba. Kayak apa sih, kopi yang menurutnya enak itu?
Adalah Sunday Coffee, sebuah kafe kecil di daerah Setrasari Plaza, yang jadi pilihannya. Tempatnya kecil dan agak tersembunyi karena berada di antara deretan ruko yang menjual berbagai Lantai dua-nya adalah sebuah sekolah musik.
Setelah riset-riset sedikit, konon dedengkot barista-nya sudah sering menang award di dunia perkopi-an. Hm, sayang sekali saya bukan penggemar kopi “serius”, jadi tidak bisa mengapresiasi dengan proper, alias nggak ngerti-ngerti amat, he-he.
Pesanan Kami di Sunday Coffee Setrasari
Suami beli Magic, kopi racikan ala Australia yang nampaknya sekarang sedang naik daun. Saya sendiri nggak berani beli “kopi beneran”, jadi menjatuhkan pilihan ke Lavender Latte. Harga kopi-nya berkisar dari 22k untuk kopi-kopian dan 30k untuk kopi beneran.
Karakter kopi dari Magic yang dipesan Abang, cukup kuat. Selain karena memang tipe racikannya “padat”, juga karena biji kopi yang digunakan berkarakter roasted-smoky dan meninggalkan aftertaste yang pahit, tapi nggak sepet. Duh apa lah ya bahasanya.
Saya nggak ngerti sih soal kopi-kopian, pokoknya gitu ya rasanya (hahaha). Soal kopi, saya cenderung lebih memilih yang asam alias Arabika, walaupun nggak suka juga kalau terlalu asam. Sepertinya yang ini Robusta? (correct me if Im wrong).
Lavender Latte yang saya minum memang cenderung lebih pahit dari kopi-kopi-an yang biasa dijual di tempat lain. Tetapi karena itu aromanya lebih kuat. Berhubung biasanya hanya mencium dari parfum, unik juga mencium jejak Lavender dari sirup Lavender yang dicampurkan. Nggak bisa dideskripsikan, but I like it :D
Perut saya-lah yang nggak suka kopi dari Sunday, karena pulang-pulang langsung diare. HAHAHAH. Aduh kayaknya emang belum kuat nih. Jadi, tentu saja nanti saya akan membeli lagi supaya bisa terbiasa. (he he)
Selain kopi, makanan yang dijual adalah penganan teman minum kopi seperti brownies, pastry, dan donat. Memang dagangan utamanya adalah kopi, karena itu kopinya sudah pasti enakk.
Kesan dari Sunday Coffee Setrasari
Berada di daerah pertokoan dan perkantoran, Sunday Coffee memang mudah terlewatkan. Tetapi, kalau kamu sudah mencoba suasana dan rasa kopinya, pasti ingin kembali lagi (walaupun saya diare setelahnya, ha ha).
Meja-meja di sini sangat nyaman untuk WFC. Colokan tersedia dengan jumlah yang cukup banyak. Dinding kafe dihiasi dengan buku-buku lawas yang bukan sekadar dekorasi. Beberapa bukunya adalah buku kenangan yang pernah saya temukan di tempat lain. Saya menikmati membaca koleksi bukunya.
Atmosfernya tenang dan damai. Meskipun kafe ini berdinding dan berpintu kaca, suara bising dari jalanan seketika lenyap saat kita masuk, digantikan oleh alunan musik dari pengeras suara Harman Kardon. Mungkin karena lantai dua adalah sekolah musik, sehingga akustik dan isolasi suara diperhatikan dengan baik.
Pastinya, ini tidak akan jadi kali pertama saya mampir ke sini. Kamu mau mampir juga?
Salam,
Mega
thanks for reading!3>
kirim komentar lewat email atau mention saya di threads.
Suka baca tulisan saya? langganan atau dukung saya lewat nihbuatjajan.